Tak banyak traveler yang tahu keberadaan batu prasasti Airlangga di Sidoarjo, Jatim. Selain dinikmati oleh wisatawan dan pecinta sejarah, batu ini punya cerita aneh bin ajaib. Setelah dipelihara beberapa tahun, konon batu itu bertambah panjang. Penasaran?
Nama Airlangga mengingatkan kita pada sebuah perguruan tinggi terkenal di Surabaya. Tapi tidak banyak yang tahu bahwa di Sidoarjo, Jawa Timur berdiri sebuah prasasti kuno warisan Raja Airlangga yang dijadikan destinasi menarik. Kebanyakan traveler atau penikmat sejarah hanya mengetahui keberadaan situs-situs purbakala yang ada di Kota Trowulan–Mojokerto sebagai warisan Kerajaan Majapahit, atau situs purbakala warisan Kerajaan Singosari yang ada di Kota Singosari–Malang. Situs pubakala tadi tentunya sudah tidak asing lagi seperti Borobudur dan Prambanan di Jawa Tengah.
Perjalanan kami menyusuri kawasan pedesaan di Kecamatan Krian-Sidoarjo, Jawa Timur bukan saja menarik tetapi sungguh menyenangkan. Selama perjalanan menuju situs, kami menjumpai lahan persawahan yang subur dan begitu luas dengan udara yang masih segar. Pikir kami, "Ternyata masih banyak lokasi pedesaan yang sejuk dan asri di dekat kami tinggal di pinggiran Gresik itu yang belum kami kunjungi."
Siapa sangka kalau di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian-Sidoarjo ada sebuah prasasti yang dibuat di masa Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan, Kediri. Memasuki lokasi situs di kawasan Dusun Klagen, pasti pengunjung dibuat keheranan. Betapa tidak, situs yang menjadi bukti kebesaran Raja Airlangga ini ternyata berada di antara rumah-rumah warga. Tidak ada istimewanya. Sepintas mirip batu nisan yang berukuran besar saja. Tidak ada papan nama khusus layaknya candi-candi Majapahit di Trowulan yang kesohor itu. Hanya ada pelindung situs yang berupa joglo kecil dengan pagar mengelilingi prasasti.
Informasi yang lengkap tentang seluk beluk situs juga tidak ada. Sangat sederhana untuk ukuran bangunan cagar budaya. Konon tanah di mana prasasti berada menjadi milik leluhur Hoesin, sang juru kunci yang kini diangkat menjadi PNS oleh Dinas Purbakala. Ironis memang benda cagar budaya yang semestinya menjadi bahan belajar anak-cucu kita kelak ternyata kurang terpelihara. Padahal situs ini dibangun sebelum masa Kerajaan Majapahit.
Prasasti bertulis dengan menggunakan bahasa Jawa kuno itu terbuat dari batu andesit yang merupakan batu sungai atau gunung dengan ukuran tinggi kira-kira 2 meter, lebar kira-kira 1 meter dan ketebalan kira-kira 30 sentimeter. Ketika kami bertanya kepada salah seorang ibu yang tinggalnya persis di samping situs, ia mengatakan batu itu warisan Raja Airlangga. Tetapi setelah itu ibu-ibu tadi menyarankan agar saya menemui langsung Pak Hoesin sebagai juru kunci situs Airlangga.
Pak Hoesin sendiri tinggal tidak jauh dari situs Airlangga. Ketika kami datang beliau sedang berbenah di rumahnya yang sekaligus dijadikan tempat usaha toko sembako dan warung nasi bebek. Kami akhirnya terlibat dalam perbincangan santai seputar kisah prasasti Airlangga tersebut.
Sambil duduk di atas sebuah bangku bambu besar, Pak Hoesin mengatakan prasasti itu dibuat sebagai bahan ingatan untuk rakyat saat itu. Kawasan di pinggiran Sungai “Kalagyan†yang sekarang Klagen menjadi daerah yang dibebaskan dari pajak dan dimakmurkan atau daerah perdikan.
Di kawasan itu pula Raja Airlangga membuatkan tambak dan lahan pertanian untuk rakyat sebagai budi baik sang raja karena di kawasan itu sebelumnya telah dilanda banjir Sungai Brantas. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Prasasti Airlangga dibangun sebagai penanda atas bangunan dam yang diperuntukkan bagi rakyat di sekitarnya. Waduk atau dam ini berfungsi mengendalikan air Sungai Brantas yang sering melanda pemukiman warga sekitar Kalagyan.
"Kira-kira dua ratus meter ke belakang prasasti, terdapat bangunan batu bata tersusun rapi sepanjang kira-kira 2 meter layaknya bangunan waduk saja," tutur Pak Hoesin.
Tetapi dinas purbakala kemudian mengeruk kembali situs waduk tadi karena dana yang diperlukan untuk proses eskavasi dirasa sangatlah besar. Warga sekitar Dusun Klagen masih menuakan benda purbakala warisan Airlangga tadi. Terbukti setiap kali mereka punya hajatan, mereka menempatkan sesaji di Prasasti Airlangga kemudian melakukan ritual-ritual tertentu. Singkatnya, mereka meminta ijin terlebih dulu kepada leluhur mereka lewat situs ini. Â
"Di dalam areal situs sebenarnya terdapat tiga batu tegak yang satu telah diambil seseorang yang masih menjadi tetangga sang juru kunci sendiri," ungkap Pak Hoesin.
Saat ditanya kenapa ia tidak meminta batu itu untuk dikembalikan, Pak Hoesin menjawab batu tersebut sudah menjadi cagar budaya yang dilindungi negara. Lanjutnya, batu itu akan dikembalikan lagi oleh si pengambil setelah dipasang papan peringatan terkait pencurian benda cagar budaya. Pak Hoesin mengaku tak tahu, kenapa si pencuri sangat berani mengambil prasasti itu.
Ada kisah misteri terkait batu prasasti ini. Salah seorang tetangga Hoesin secara diam-diam mengambil salah satu dari batu prasasti Airlangga. Setelah dipelihara beberapa tahun, batu tegak yang diambilnya tadi ternyata bertambah panjang! Itulah yang diceritakan Pak Hoesin kepada saya. Kami pun mohon pamit kepada Pak Hoesin untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Nama Airlangga mengingatkan kita pada sebuah perguruan tinggi terkenal di Surabaya. Tapi tidak banyak yang tahu bahwa di Sidoarjo, Jawa Timur berdiri sebuah prasasti kuno warisan Raja Airlangga yang dijadikan destinasi menarik. Kebanyakan traveler atau penikmat sejarah hanya mengetahui keberadaan situs-situs purbakala yang ada di Kota Trowulan–Mojokerto sebagai warisan Kerajaan Majapahit, atau situs purbakala warisan Kerajaan Singosari yang ada di Kota Singosari–Malang. Situs pubakala tadi tentunya sudah tidak asing lagi seperti Borobudur dan Prambanan di Jawa Tengah.
Perjalanan kami menyusuri kawasan pedesaan di Kecamatan Krian-Sidoarjo, Jawa Timur bukan saja menarik tetapi sungguh menyenangkan. Selama perjalanan menuju situs, kami menjumpai lahan persawahan yang subur dan begitu luas dengan udara yang masih segar. Pikir kami, "Ternyata masih banyak lokasi pedesaan yang sejuk dan asri di dekat kami tinggal di pinggiran Gresik itu yang belum kami kunjungi."
Siapa sangka kalau di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian-Sidoarjo ada sebuah prasasti yang dibuat di masa Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan, Kediri. Memasuki lokasi situs di kawasan Dusun Klagen, pasti pengunjung dibuat keheranan. Betapa tidak, situs yang menjadi bukti kebesaran Raja Airlangga ini ternyata berada di antara rumah-rumah warga. Tidak ada istimewanya. Sepintas mirip batu nisan yang berukuran besar saja. Tidak ada papan nama khusus layaknya candi-candi Majapahit di Trowulan yang kesohor itu. Hanya ada pelindung situs yang berupa joglo kecil dengan pagar mengelilingi prasasti.
Informasi yang lengkap tentang seluk beluk situs juga tidak ada. Sangat sederhana untuk ukuran bangunan cagar budaya. Konon tanah di mana prasasti berada menjadi milik leluhur Hoesin, sang juru kunci yang kini diangkat menjadi PNS oleh Dinas Purbakala. Ironis memang benda cagar budaya yang semestinya menjadi bahan belajar anak-cucu kita kelak ternyata kurang terpelihara. Padahal situs ini dibangun sebelum masa Kerajaan Majapahit.
Prasasti bertulis dengan menggunakan bahasa Jawa kuno itu terbuat dari batu andesit yang merupakan batu sungai atau gunung dengan ukuran tinggi kira-kira 2 meter, lebar kira-kira 1 meter dan ketebalan kira-kira 30 sentimeter. Ketika kami bertanya kepada salah seorang ibu yang tinggalnya persis di samping situs, ia mengatakan batu itu warisan Raja Airlangga. Tetapi setelah itu ibu-ibu tadi menyarankan agar saya menemui langsung Pak Hoesin sebagai juru kunci situs Airlangga.
Pak Hoesin sendiri tinggal tidak jauh dari situs Airlangga. Ketika kami datang beliau sedang berbenah di rumahnya yang sekaligus dijadikan tempat usaha toko sembako dan warung nasi bebek. Kami akhirnya terlibat dalam perbincangan santai seputar kisah prasasti Airlangga tersebut.
Sambil duduk di atas sebuah bangku bambu besar, Pak Hoesin mengatakan prasasti itu dibuat sebagai bahan ingatan untuk rakyat saat itu. Kawasan di pinggiran Sungai “Kalagyan†yang sekarang Klagen menjadi daerah yang dibebaskan dari pajak dan dimakmurkan atau daerah perdikan.
Di kawasan itu pula Raja Airlangga membuatkan tambak dan lahan pertanian untuk rakyat sebagai budi baik sang raja karena di kawasan itu sebelumnya telah dilanda banjir Sungai Brantas. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Prasasti Airlangga dibangun sebagai penanda atas bangunan dam yang diperuntukkan bagi rakyat di sekitarnya. Waduk atau dam ini berfungsi mengendalikan air Sungai Brantas yang sering melanda pemukiman warga sekitar Kalagyan.
"Kira-kira dua ratus meter ke belakang prasasti, terdapat bangunan batu bata tersusun rapi sepanjang kira-kira 2 meter layaknya bangunan waduk saja," tutur Pak Hoesin.
Tetapi dinas purbakala kemudian mengeruk kembali situs waduk tadi karena dana yang diperlukan untuk proses eskavasi dirasa sangatlah besar. Warga sekitar Dusun Klagen masih menuakan benda purbakala warisan Airlangga tadi. Terbukti setiap kali mereka punya hajatan, mereka menempatkan sesaji di Prasasti Airlangga kemudian melakukan ritual-ritual tertentu. Singkatnya, mereka meminta ijin terlebih dulu kepada leluhur mereka lewat situs ini. Â
"Di dalam areal situs sebenarnya terdapat tiga batu tegak yang satu telah diambil seseorang yang masih menjadi tetangga sang juru kunci sendiri," ungkap Pak Hoesin.
Saat ditanya kenapa ia tidak meminta batu itu untuk dikembalikan, Pak Hoesin menjawab batu tersebut sudah menjadi cagar budaya yang dilindungi negara. Lanjutnya, batu itu akan dikembalikan lagi oleh si pengambil setelah dipasang papan peringatan terkait pencurian benda cagar budaya. Pak Hoesin mengaku tak tahu, kenapa si pencuri sangat berani mengambil prasasti itu.
Ada kisah misteri terkait batu prasasti ini. Salah seorang tetangga Hoesin secara diam-diam mengambil salah satu dari batu prasasti Airlangga. Setelah dipelihara beberapa tahun, batu tegak yang diambilnya tadi ternyata bertambah panjang! Itulah yang diceritakan Pak Hoesin kepada saya. Kami pun mohon pamit kepada Pak Hoesin untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Sumber : travel.detik.com
No comments:
Post a Comment