Friday, December 20, 2013

Akhir Dekade Ini, Luapan Lumpur Sidoarjo Diprediksi Berhenti


Spanduk kecaman oleh warga korban lumpur terpasang di lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (27/5/2013). Selain masih belum berhenti, semburan lumpur yang genap terjadi hampir tujuh tahun pada 29 Mei tersebut masih menyisakan persoalan ganti rugi. | KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

KOMPAS.com — Para ahli mengatakan bahwa luapan lumpur di Sidoarjo di Indonesia akan berkesudahan pada akhir dekade ini, lebih cepat dibandingkan perkiraan sebelumnya.

Kajian ini dilakukan berdasarkan catatan data satelit yang menunjukkan kondisi tanah yang berubah dalam merespons material yang muncul ke permukaan.

Para peneliti mengatakan, luapan lumpur kehilangan tekanan dengan cepat.

Erupsi yang dimulai di wilayah Porong, Jawa Timur, pada 2006 lalu itu merupakan yang terbesar dari kejadian sejenis.

Lumpur berbahaya ini telah menyebabkan ribuan orang mengungsi dan menyebakan kerugian ekonomi mencapai 4 miliar dollar AS atau Rp 47,9 triliun.

Awalnya, lebih dari 100.000 ton lumpur muncul ke permukaan. Luapan lumpur semakin menurun hingga sepuluh kali lipat, dan sebuah analisis berdasarkan penelitian satelit Jepang pada permukaan tanah menunjukkan, perkiraan penurunan sebanyak sepuluh kali lipat dapat terjadi pada beberapa tahun mendatang.

"Pada 2017, luapan akan melemah," kata Profesor Michael Manga dari Universitas California di Berkeley, AS.

Menurun

"Angka yang pasti, 1.000 ton per hari, lumpur sebanyak ribuan truk bak terbuka per hari. Jumlahnya terlalu sedikit untuk bisa menimbulkan bahaya, (tetapi) mungkin masih menarik untuk menjadi tempat tujuan wisata," kata dia kepada BBC News.

"Saya mengharapkan (kemudian) bahwa jika erupsi turun pada angka tertentu, akan tersumbat sendiri dan berhenti meletus."

Perkiraan sebelumnya menunjukkan bahwa lumpur Sidoarjo akan terus meluap sampai 25 tahun atau lebih.

Profesor Manga berbicara di San Francisco pada pertemuan terbesar dunia para pakar bumi, American Geophysical Union (AGU).

Dia dan rekannya menggunakan teknik yang dikenal sebagai interferometric synthetic aperture radar (InSAR) untuk mengakses evolusi dari erupsi lumpur Sidoarjo.

Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan sejumlah gambar citra satelit gunung berapi dari luar angkasa yang diambil oleh satelit ALOS Jepang, untuk memastikan perubahan permukaan di sekitar gunung berapi.

Selama beberapa tahun, permukaan tanah turun sepuluh sentimeter akibat dorongan material dari perut bumi yang keluar ke permukaan tanah. Bagaimanapun, luapan terus menunjukkan penurunan.
Sumber : BBC Indonesia
Editor : Yunanto Wiji Utomo

Related Posts