Friday, April 25, 2014

Progress Pembangunan Dufan di Kawasan Waru


Pembangunan Dunia Fantasi (Dufan) di kawasan Waru terus mendapat sorotan dari berbagai pihak. Pasalnya, tinggal beberapa persyaratan perijinan yang belum selesai dan kini sudah diproses. Lahan Dufan yang berada di bekas pabrik soda ini berlokasi di Desa Waru dan Desa Kureksari, Kecamatan Waru. Sesuai rencana, tempat wisata permainan itu akan menempati lahan seluas 10 hektar. Lahan seluas 7 hektar milik eks pabrik soda dan sisanya 3 hektar milik warga setempat. “Targetnya tahun ini sudah mulai dibangun, kan tinggal beberapa persyaratan perijinan yang belum kelar,” ujar Kepala Bagian (Kabag) Kerjasama Pemkab Sidoarjo Ari Suryono.

Salah satu sorotan ini datang dari anggota DPRD Sidoarjo, H Sungkono. “Jika tidak ada rekayasa di jalan tersebut, kemungkinan besar akan terjadi sarang kemacetan,” jelasnya. Sungkono menambahkan, rekayasa lalu lintas itu harus diatur sedetail mungkin, agar para pengunjung yang keluar dan masuk Dufan tidak mengganggu arus lalu lintas. Sungkono mengharapkan, rekayasa lalu lintas itu harus diatur sedetail mungkin, agar para pengunjung yang keluar dan masuk Dufan tidak mengganggu arus lalu lintas.

Wawan warga yang tinggal di kawasan Waru juga mengungkapkan, bahwa pembangunan Dufan ini diharapkan nantinya mampu meningkatkan perekonomian warga yang tinggal disekitar Waru. “Selama ini pembangunan di Sidoarjo tidak merata, pembangunan hanya terpusat pada Sidoarjo Kota saja”. ucap Wawan. “kami juga mengharapkan pihak Pemkab juga memikirkan rekayasa lalu lintas, mengingat Raya Waru adalah wilayah rawan macet”. Imbuh Wawan.

Di lain tempat, Kabag Kerjasama Pemkab Sidoarjo Ari Suryono mengatakan, kerjasama pembangunan Dufan memang terus dilanjutkan. Diharapkan 2014 ini ditargetkan sudah mulai dibangun oleh investor. Berbagai persyaratan perizinan juga sedang dilengkapi oleh investor. “Saat ini kelengkapan terkait masalah perizinan yang belum kelar terus dikebut,” ucapnya. Ari mengungkapkan, masalah rekayasa jalan tentu saja menjadi salah satu pembahasan yang perlu dikaji. Nantinya, Dishub juga akan membahas masalah tersebut dengan investor agar masalah kemacetan bisa teratasi. “Rekayasa jalan kan memang perlu dan itu harus dilakukan,” tegas Ari.

Perlu diketahui, saat ini investor Dufan masih harus melengkapi sisa perijinan Amdal maupun rekayasa lalu lintas. Memang pembangunan Dufan disambut sangat positif oleh berbagai kalangan di Sidoarjo, namun, di sisi lain diharapkan Pemkab juga harus menyiapkan infrastrukturnya jalan terlebih dulu agar tidak terjadi permasalahan kemacetan yang serius.

http://www.infosda.com

Sunday, April 13, 2014

Sejarah Sidoarjo


Pada tahun 1019 – 1042 Kerajaan Jawa Timur diperintah oleh seorang Putera dari hasil perkawinan antara Puteri Mahandradata dengan Udayana (seorang Pangeran Bali) yang bernama Airlangga, pada waktu pemerintahan Airlangga, keadaan negara tentram, keamanan terjamin, dan negara mengalami kemajuan yang pesat. 

Karena raja Airlangga mempunyai 2 orang putera, maka pada akhir masa pemerintahannya ia memandang perlu membagi kerajaan menjadi dua bagian untuk diserahkan kepada kedua putranya, agar dikemudian hari tidak terjadi perebutan tahta. Pembagian itu terjadi pada tahun 1042, yaitu menjadi kerajaan Daha (Kediri) dan Kerajaan Jenggala. 

Kerajaan Jenggala yang berdiri pada tahun 1024 terletak di daerah delta Brantas, yaitu meliputi pesisir utara seluruhnya, dengan demikian menguasai bandar-bandar dan muara sungai besar, sedangkan ibukotanya berada di sekitar Kecamatan Gedangan sekarang. Lain halnya dengan Kerajaan Kediri, tidak memiliki bandar sebuahpun sehingga walaupun hasil pertanian di Kediri sangat besar dan upeti mengalir dengan sangat besar, semuanya semua itu tidak dapat diperdagangkan karena kerajaan kediri tertutup dari laut sebagai jalan perdagangan pada waktu itu. 

Maka timbullah perebutan bandar antara kerajaan Kediri dan kerajaan Jenggala, yang kemudian menimbulkan peperangan besar antara kedua kerajaan tersebut, dimana keduanya menuntut kekuasaan atas kerajaan Airlangga.Perang tersebut berakhir dengan kekalahan kerajaan Jenggala, pada tahun 1045(menurut sumber lain Kerajaan Jenggala pada tahun 1060 masih ada)

Semula, tepatnya pada tahun 1851 daerah Sidoarjo bernama Sidokare, bagian dari kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibatu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan. 

Pada tahun 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda no. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare.Dengan demikian Kabupaten Sidokare tidak lagi menjadi daerah bagian dari Kabupaten Surabaya dan sejak itu mulai diangkat seorang Bupati utuk memimpin Kabupaten Sidokare yaitu R. Notopuro (R.T.P Tjokronegoro) berasal dari Kasepuhan, putera R.A.P Tjokronegoro Bupati Surabaya, dan bertempat tinggal di kampung Pandean (sebelah selatan Pasar Lama sekarang), beliau medirikan masjid di Pekauman (Masjid Abror sekarang),sedang alun-alunya pada waktu itu adalah Pasar Lama.

Dalam tahun 1859 itu juga, dengan berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 10/1859 tanggal 28 Mei 1859 Staatsblad. 1859 nama Kabupaten Sidokare diganti dengan Kabupaten Sidoarjo. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa secara resmi terbentuknya Daerah Kabupaten Sidoarjo adalah tangal 28 Mei 1859 dan sebagai Bupati I adalah R.Notopuro (R.T.P Tjokronegoro) Semula rumah Kabupaten di daerah kampung Pandean, kemudian karena suatu hal maka Bupati Tjokronegoro I dipindahkan ke Kampung Pucang (Wates). 

Disini beliau membangun masjid Jamik yang sekarang ini (Masjid Agung), tetapi masih dalam bentuk yang sangat sederhana, sedang di sebelah Baratnya dijadikan Pesarean Pendem (Asri). Pada tahun 1862, beliau wafat setelah menderita sakit, dan dimakamkan di Pesarean Pendem (Asri). Sebagai gantinya pada tahun 1863 diangkat kakak alnarhum sebagai Bupati Sidoarjo, yaitu Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II (Kanjeng Djimat Djokomono), pindahan dari Lamongan. 

Pada masa pemerintahan Bupati Tjokronegoro II ini pembangunan – pembangunan mendapat perhatian sangat besar antara lain, meneruskan pembangunan Masjid Jamik yang masih sangat sederhana, perbaikan terhadap Pesarean Pendem, disamping itu dibangun pula Kampung Magersari sebelah Barat Kabupaten, yang kemudian ditempatkan disitu orang-orang Madura. Pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro mendapat pensiun, yang tak lama kemudian pada tahun sama beliau wafat, dimakamkan di Pesarean Botoputih Surabaya. Sebagai gantinya diangkat R.P Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya berjalan 3 bulan karena wafat pada tahun itu juga dan dimakamkan di Pesarean Pendem. 


Related Posts