Frontage Road Sidoarjo dan RS Barat jadi Ganjalan Berat
19 Juni 2019
JawaPos.com – Tanda-tanda semakin kuat. Prediksi bahwa sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) bakal lebih dari Rp 1 triliun makin mendekati kenyataan. Indikasinya, pembebasan lahan dan pembangunan fisik frontage road serta pembangunan RSUD Sidoarjo Barat terancam tidak terlaksana. Anggarannya ratusan miliar.
Lahan frontage road (FR) disiapi anggaran Rp 150 miliar. Pembebasan Rp 100 miliar. Targetnya tuntas akhir tahun. Pembangunan fisik Rp 50 miliar. Namun, upaya pembebasan lahan masih tersendat. Baik proses hibah maupun pembelian tanah warga. Jika tanah tidak bebas, pembangunan fisik belum bisa dilakukan.
Program lain yang juga terancam gagal ialah pembangunan RSUD Sidoarjo Barat. Padahal, APBD sudah menyediakan dana Rp 125 miliar. Sayang, anggaran itu belum terserap. Ada pula tunjangan RT/RW serta badan permusyawaratan desa (BPD). Nilainya berkisar Rp 60 miliar. Belum terealisasi juga.
Belum termasuk program bidang infrastruktur lain. Misalnya, pembangunan jalan beton di 30 ruas. Total anggarannya mencapai Rp 150 miliar. Sampai saat ini baru tahap lelang.
Ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan menyatakan, pemkab seharusnya menjalankan seluruh program itu. Kegiatan tersebut sudah diputuskan dalam rapat pembahasan APBD 2019. ’’Masuk perda. Konsekuensinya harus berjalan,’’ ujarnya.
Memang, lanjut dia, anggaran ratusan miliar itu masih bisa terserap. Caranya? Peruntukan anggaran digeser saat pembahasan perubahan anggaran dan keuangan (PAK). Cara tersebut bisa dilakukan. ’’Dampaknya, program prioritas molor lagi,’’ tegasnya.
Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Taufik Hidayat Tri Yudono telah memprediksi nilai silpa APBD Sidoarjo 2019 masih lebih dari Rp 1 triliun. Taufik menyebutkan, pada 2019, Pemkab Sidoarjo menarget silpa ”hanya” Rp 600 miliar. Namun, dia tidak yakin. Sebab, program pembangunan fisik, misalnya, butuh waktu dalam realisasinya. ”Anggaran pembangunan jadi sia-sia,” ujar legislator PDIP itu kepada Jawa Pos Senin (17/6).
Asisten I Heri Soesanto menambahkan, pemkab sebenarnya sudah menyusun langkah antisipasi agar silpa tidak membengkak. Yaitu, pengetatan program yang berjalan. Program yang dirancang pada triwulan pertama harus dikerjakan sesuai waktu. ’’Tidak bisa dikerjakan di triwulan kedua,’’ jelasnya.
Sayang, aturan itu belum berjalan. Sebagian besar OPD tidak patuh. Menurut Heri, ada sejumlah penyebab. Program fisik, misalnya, membutuhkan tahapan panjang. Mulai lelang, penetapan pemenang, hingga pengerjaan.
Alasan lain, OPD sangat berhati-hati dalam menjalankan kegiatan. Sebab, anggaran bersumber dari APBD. ’’Prinsip kehati-hatian ini membuat program berjalan lambat,’’ tuturnya.
Namun, tegas Heri, program kerja tetap program kerja. Apa yang sudah dibahas harus berjalan. Terlebih kegiatan prioritas. Pemkab menyiapkan sanksi jika program tidak terlaksana. Apa sanksinya? ’’Kalau serapan minim, tunjangan kinerja (tukin) dipotong,’’ ucapnya.
Mantan Kabag hukum pemkab itu menambahkan, sanksi tersebut bukan hanya pengurangan pendapatan. Karir PNS juga terimbas. ’’Karena kinerja tidak optimal. Itu jadi catatan pemkab,’’ jelasnya.
Minimnya serapan anggaran menjadi perhatian Wakil Bupati Nur Ahmad Syaifuddin. Cak Nur –panggilan akrabnya– mengingatkan, tidak ada alasan program kerja tidak berjalan. ’’Saya tegaskan seluruhnya harus jalan. Kami bakal evaluasi,’’ ujarnya.
Sumber :
https://www.jawapos.com/surabaya/19/06/2019/frontage-road-sidoarjo-dan-rs-barat-jadi-ganjalan-berat/
No comments:
Post a Comment