Dari Sidoarjo, Biskuit Brownies Arso Kini Dinikmati di Delapan Negara
"Jangan pernah menganggap bisnis sebagai sampingan"
Kamis, (22/6/2023)
Berbeda dari kebanyakan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memulai usaha karena aji mumpung atau coba-coba, Jalin Setiarsa (47) justru sudah menata bisnis sejak sebelum dia menggelutinya. Hasilnya, produk biskuit brownies miliknya bisa menjadi komoditas ekspor.
Cerita kesuksesan pria yang biasa dipanggil Arso ini bermula pada tahun 2016 lalu. Setelah 12 tahun bekerja di salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia, ia memilih mengundurkan diri. Arso nekat keluar karena ingin membangun sebuah bisnis sendiri.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, Arso akhirnya menjatuhkan pilihannya pada usaha kuliner. “Tapi kemudian, kuliner apa yang tepat? Itu juga saya gak asal pilih. Saya tanya dulu ke beberapa analis bisnis,” ujarnya kepada IDN Times, Kamis, (22/6/2023). Beberapa teman analis kemudian menyarankannya untuk menggeluti bisnis camilan. Alasannya, berdasarkan penelitian 1 dari 3 orang punya hobi nyemil.
Dari saran para analis ini juga ia memutuskan untuk memproduksi makanan ringan yang berbahan dasar cokelat. “Akhirnya saya pilih brownies. Cuma kan saya sejak awal sudah menyiapkan produk yang siap ekspor. Jadilah produk yang lebih awet berupa biskuit. Brownies ini sejak 2017 lalu,” kata dia. “Nah, biar beda dan gak ada yang meniru, saya tambahkan ketan,” ujarnya lagi. Ia pun tak mau main-main dengan bisnisnya. Arso mengaku sejak awal tak mau menganggap usaha ini sebagai sampingan.
Keseriusan Arso berbuah manis. Respons pasar terhadap produknya sangat positif. Untuk memperlebar bisnisnya, ia pun mengikut berbagai komunitas UMKM dan pelatihan. Salah satu yang ia ikuti adalah program BRIncubator pada tahun 2018. BRIncubator sendiri adalah program inkubasi bisnis yang dikelola oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dia mengaku mendapatkan banyak hal dari pelatihan yang diadakan.
Tiga tahun berjalan, produk Arso yang diberi nama dagang It’s Me Time itu kian diminati. Pada tahun 2019, ia sudah mampu memproduksi 17 ribu bungkus biskuit brownies kemasan 70 gram dalam sebulan. Kegigihannya ini pun dilirik oleh BRI. Ia dipilih menjadi salah satu peserta program BRIlianprenuer. Program itu merupakan pameran yang mempertemukan UMKM dengan calon pembeli dari luar negeri. “Saat itu ada 30 buyers dari luar negeri,” ujarnya.
Tak disangka, dari kesempatan itu ia bisa memikat pembeli dari Uni Emirat Arab, Australia dan Belanda. Secara total, ia diminta menyiapkan 17 kontainer. Ia senang tapi bingung, terlebih soal permodalan. Saking besarnya modal yang harus dikeluarkan, kata Arso, pihak BRI pusat akhirnya yang turun tangan. Dari bank plat merah ini, Arso mendapat pinjaman modal sebesar Rp5 miliar.
Namun, pandemi membuat rencananya berantakan. Arso sempat khawatir lantaran pihak pembeli menyatakan pengiriman harus ditunda untuk waktu yang belum ditentukan. Namun, penundaan itu disikapinya sebagai dengan bijak. Ia menggunakannya untuk melengkapi berbagai serfikasi usaha, salah satunya adalah tentang Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Sertifikasi ini menjadi syarat mutlak komoditi ekspor.
Setelah tertunda nyaris dua tahun, kran ekspor produk biskuit brownies Arso akhirnya terbuka pada 2021. Ia menjadi sedikit dari UMKM yang bisa memasarkan produknya ke negara lain. “Sekarang Alhamdulillah sudah ke delapan negara, Hongkong, Arab Saudi, Australia, Turki, Malaysia, Singapura, serta Jepang,” kata Arso. Turki menjadi salah satu pasar terbesar dengan 36 ribu bungkus sekali kirim.
Untuk memenuhi kebutuhan pasar, Arso sekarang memilki tujuh orang karyawan dengan kapasitas produksi hingga 600 bungkus per hari. Tak cuma di luar negeri, Arso mengatakan bahwa pasar lokal juga masih menjadi tujuan utamanya. Untuk menopang pembeli dalam negeri Arso bekerjasa sama dengan 147 reseller di seluruh Indonesia. “Intinya kalau menurut saya, usaha itu tergantung pada niatnya. Kalau niatnya cuma sampingan, ya hasilnya juga sampingan,” ujar Arso.
Langkah berani Arso perlu ditiru oleh UMKM di seluruh Indonesia. Sebab, UMKM yang menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia justru belum banyak berkontribusi pada nilai ekspor Indonesia. Pada tahun 2022 lalu, kontribusi ekspor UMKM hanya 15 persen dari keseluruhan produk ekspor non-migas Indonesia. Angka ini di bawah negara lain. Thailand misalnya, UMKM mereka mampu berkontribus hingga 17 persen.
Sementara itu, Direktur Utama BRI, Sunarso mengatakan bahwa telah memberikan banyak ruang bagi UMKM untuk go international. Salah satunya melalui program BRIlianprenuer. Menurut dia, UMKM saat ini merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
“BRI melihat adanya peluang besar bagi produk Indonesia untuk masuk ke pasar global. Hasil karya anak bangsa dinilai memiliki kualitas yang dapat bersaing dengan produk dari negara-negara lain,” ujar Sunarso dalam keterangan tertulisnya.
Sumber :
https://jatim.idntimes.com/life/inspiration/faiz-nashrillah/dari-sidoarjo-biskuit-brownies-arso-kini-dinikmati-di-delapan-negara